Jakarta – sepekan ini, buku Saatnya Aku Belajar Pacaran menjadi perbincangan. Buku ini menuai kontroversi karena isinya dinilai tidak pantas, seperti menganjurkan pergaulan bebas.
“Sebetulnya, wajar kok kalo pacar ngajak kamu ML. Wajar juga kalo kamu ngajak pacarmu ML. Hal itu kan alamiah-naluriah. Jadi, itu justru pertanda kalo kamu dan atau pacarmu masih punya energi buat terlibat dalam proses reproduksi, yang memang sewajarnya dimiliki oleh tiap makhluk hidup,” begitu penggalan tulisan dalam buku Saatnya Aku Belajar Pacaran itu.
Menarik untuk mengetahui siapa sosok penulis buku ini. Dia adalah Toge Aprilianto, seorang psikolog yang juga menjadi penulis buku motivator remaja. Toge juga pernah menerbitkan beberapa buku lain seperti Kudidik Diriku Demi Mendidik Anakku, Kurangkul Diriku Demi Merangkul Bahagiaku, Saatnya Melatih Anakku Berpikir, dan Saatnya Aku Belajar Pacaran.
Toge menerbitkan buku Saatnya Aku Belajar Pacaran pada 2010 lalu. Artinya buku ini sudah beredar selama empat tahun.
Si penulis buku ini juga sering diundang memberikan materi di sekolah-sekolah. Belum lama ini, Toge hadir dalam dialog interaktif “Saatnya Aku Menikmati Sekolah” untuk siswa SMP YPS Singkole, Sorowako pada Senin lalu. DI sana pun buku ini langsung menghebohkan.
Fadli Herman, salah satu guru Bahasa Indonesia SMP YPS Singkole, mengatakan dalam dialog tersebut Toge tidak membahas soal seksualitas, tetapi memberikan motivasi semangat belajar kepada siswa SMP Singkole. Menurut Fadli, Toge membahas tentang semangat belajar, pertemanan dan persahabatan. Namun Toge kemudian jadi masalah ketika membagikan enam buku secara doorprize kepada siswa yang bertanya. Dan saat acara masih berlangsung, salah satu guru membaca buku tersebut menemukan keganjilan dalam bukunya itu.
Pihak sekolah pun membicarakan buku tersebut dengan IKVI (Ikatan Keluarga Vale Indonesia) selaku fasilitator acara yang mendatangkan Toge. Pihak sekolah dan IKVI pun menarik kembali buku tersebut.
“Ini jelas tidak layak dibaca. Penulis mencoba menginfiltrasi konsep anak dalam menjalin relasi yang selama ini dibangun dan tak terpisahkan dengan keyakinan agama,” kata Fadli.
Fadli juga menegaskan, penggalan ‘wajar kalau pacarmu mengajak ML karena itu alamiah naluriah’ yang ditulis pada bab 6 ‘Pacar Ngajak ML’ justru akan merusak moral dalam pendidikan religius yang selama ini diterima oleh siswa.
Psikolog Anna Surti Ariani mencoba bersikap netral memandang masalah ini. Psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu mengingatakan buku ini seharusnya dibaca secara menyeluruh. “Kita harus membacanya secara utuh dan menyeluruh, bukan sepenggal atau sepotong saja,” kata psikolog yang biasa disapa Nina ini pada Sabtu, 7 Februari 2014.
Menurut Nina, merupakan tindakan yang bijak ketika pihak sekolah yaitu para guru, orang tua didudukkan bersama dengan si penulis, supaya jelas permasalahannya. “Filterisasai untuk hal-hal yang mengaburkan harus duduk bersama, tidak boleh langsung mencap atau label begitu saja tanpa konfirmasi dan komunikasi,” kata Nina.
Soal kehebohan buku ini dengan perayaan Hari Valentine, Nina mengingatkan semua pihak, terutama orang tua yang menjadi pendamping utama bagi anak dan remaja yang sedang jatuh cinta. “Jangan salahkan buku, cokelat atau apalah, tetapi orang tua yang harus mau membuka ruang diskusi dan komunikasi ketika menyadari anaknya mulai menjalin ketertarikan dengan lawan jenis. Orang tua sering melupakan hal ini, lebih tertarik dengan ikut ribut pada kehebohan di luar sana ketimbang mengurus hal yang utama di dalam keluaraganya” ungkap Nina.